Mendengarkan, Ruang Aktualisasi Iqra’ Bismirabbik

Iqra'

INFOFILANTROPI.COM, DEPOK — Kata “Iqra’ Bismirabbik” sering terdengar abstrak bagi sebagian orang. Padahal, maknanya sangat konkret dan dapat diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Iqra’ yang berarti “membaca” bukan hanya soal mata yang mengeja teks, tetapi juga soal kemampuan mendengarkan dengan sepenuh hati.

Al-Quran sendiri mengajarkan bahwa mendengarkan juga termasuk implementasi dari Iqra’ itu. Allah bahkan memerintahkan manusia untuk mendengarkan seruan kebenaran, nasihat dari para nabi dan rasul, serta pelajaran dari orang-orang yang berilmu. Ini soal keterbukaan hati menerima bimbingan.

Dalam Islam, mendengarkan bukan sekadar aktivitas telinga menerima suara. Ada dimensi spiritual, intelektual, dan sosial yang sangat dalam. Istilah Arab “sami’a” (سمع) berarti mendengar, sedangkan “istima’” (استماع) berarti menyimak dengan seksama.

“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.” (QS Al-A’raf [7]: 204)

Makna Mendengarkan
Berdasarkan ayat ini, mendengarkan Al-Quran bukan hanya soal memahami kata, tetapi juga soal menghormati dan menghayati maknanya. Sikap ini membuat kita fokus, menghentikan perbincangan sia-sia, dan menerima pesan Allah dengan sepenuh kesadaran.

Pada tingkat lebih dalam, mendengarkan dapat membentuk pola berpikir, pola sikap, bahkan cita-cita. Ia membuat kita selamat dari kegagalan memahami, bahkan ketika telinga ini tidak terganggu. Sebab, yang sejatinya dapat mendengar dengan jernih bukan hanya telinga, tetapi juga hati.

Urgen dalam Ruang Sosial
Karena Al-Quran itu petunjuk, maka nilai-nilainya memang relevan masuk dalam ruang-ruang nyata kehidupan manusia. Jonah Berger dalam bukunya The Catalyst menjelaskan bahwa mendengarkan aktif adalah kunci memahami orang lain — menemukan akar permasalahan dan alasan mengapa seseorang belum mau berubah.

“Mendengarkan itu penting,” tegas Berger. Dengan mendengarkan perkataan orang lain, kita dapat menata bahasa tubuh, memberi respon verbal yang penuh respek, dan menghadirkan komunikasi yang santun.

Orang yang enggan mendengarkan sulit diajak berdialog, sulit memahami maksud lawan bicara, dan sulit menggapai titik temu. Allah sendiri mengingatkan: “Apakah kamu tidak berpikir?”

Pada akhirnya, mendengarkan bukan hanya soal telinga, tetapi soal kemampuan memberi ruang bagi kebenaran dan kebaikan tumbuh di dalam hati. Inilah makna Iqra’ yang membawa kita lebih dekat dengan Allah, lebih bijak bersama sesama, dan lebih siap menerima rahmat-Nya.