LPPOM Edukasi Mahasiswa ASEAN tentang Sertifikasi Halal
![LPPOM Edukasi Mahasiswa ASEAN tentang Sertifikasi Halal](https://infofilantropi.com/wp-content/uploads/2024/09/3SeptemberIF-LPPOMkampus.webp)
Dok. halalmui.org
INFOFILANTROPI.COM, LPPOM Pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), yang mengharuskan semua produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia memiliki sertifikat halal. Aturan ini mencakup produk-produk seperti makanan, obat-obatan, kosmetik, serta barang yang digunakan masyarakat. Tahap awal penerapan undang-undang ini akan berlaku pada 17 Oktober 2024, khusus untuk produk makanan dan minuman.
Dalam seminar bertema “Advanced Technology and Innovation in Halal Industry” yang diadakan oleh Halal Science Center (HSC) IPB University pada International Halal Summer Course 2024, Direktur Utama LPPOM, Ir. Muti Arintawati M.Si., memaparkan dua jalur sertifikasi halal yang diterapkan di Indonesia: self declare dan reguler. Jalur self declare ditujukan untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang produknya tidak mengandung bahan kritis dan diberikan secara gratis, sementara jalur reguler diperuntukkan bagi usaha yang lebih kompleks dengan risiko bahan kritis yang tinggi.
Muti juga menekankan bahwa pada tahun 2026 hingga 2034, produk kosmetik, obat-obatan, dan barang lainnya akan memasuki masa transisi untuk wajib bersertifikat halal. Pengusaha yang tidak mematuhi aturan ini akan dikenakan sanksi administratif seperti peringatan tertulis, denda, pencabutan sertifikat halal, atau bahkan penarikan produk dari pasaran, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2021.
Produk halal harus didukung oleh dokumen-dokumen yang valid, termasuk sertifikat halal untuk bahan-bahan hewani dan bahan yang memiliki risiko kritis. Spesifikasi bahan dan alur proses produksi juga diperlukan untuk memastikan tidak ada bahan yang haram atau terkontaminasi. Sarana produksi pun harus bebas dari bahan najis dan tidak digunakan secara bersamaan untuk memproduksi barang yang mengandung babi.
MUI menetapkan bahwa produk yang memenuhi persyaratan bahan, fasilitas produksi, dan proses pengolahan dapat dianggap halal. Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) juga telah dikembangkan untuk memastikan kepatuhan berkelanjutan terhadap standar halal.
Muti menjelaskan bahwa memiliki sertifikat halal memberikan banyak manfaat, seperti mitigasi risiko ketidakpatuhan yang dapat berdampak negatif pada perusahaan, efisiensi produksi, pemeliharaan kebersihan, dan pengelolaan hewan sembelihan yang sesuai dengan syariat Islam. Sertifikasi halal juga dapat meningkatkan reputasi merek dan loyalitas pelanggan.
Kewajiban sertifikasi halal dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), sedangkan keputusan fatwa sertifikasi halal berada di bawah Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KF MUI). Laporan audit dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) seperti LPPOM menjadi dasar pengambilan keputusan fatwa tersebut.
Seminar internasional ini diikuti oleh ratusan peserta, termasuk mahasiswa, dosen, dan praktisi halal dari berbagai negara di Asia Tenggara. Acara ini diselenggarakan secara hybrid, menggabungkan format luring dan daring. Peserta juga memiliki kesempatan untuk berkonsultasi dengan LPPOM mengenai proses dan skema sertifikasi halal di Indonesia.
Sejak didirikan pada tahun 1989, LPPOM telah berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran halal di masyarakat, khususnya umat Muslim Indonesia. LPPOM bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menjalankan program-program edukasi halal, baik secara daring maupun luring. Saat ini, LPPOM terus mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran halal, mulai dari edukasi pelaku usaha hingga pelajar dan mahasiswa. LPPOM juga menyediakan platform online melalui situs www.halalmui.org yang memudahkan pelaku usaha dan masyarakat untuk mengecek produk bersertifikat halal serta mendapatkan informasi seputar halal.