Haji 2025: Kemenag Siapkan Kembali Kebijakan Murur dan Tanazul untuk Atasi Kepadatan

Haji 2025: Kemenag Siapkan Kembali Kebijakan Murur dan Tanazul untuk Atasi Kepadatan

Dok. Kemenag

INFOFILANTROPI.COM, , Pasuruan – Kementerian Agama (Kemenag) akan menerapkan kembali kebijakan murur dan tanazul secara sistematis dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M. Kebijakan ini dirancang sebagai solusi untuk mengatasi kepadatan di dua lokasi utama pelaksanaan haji, yaitu Muzdalifah dan Mina.

“Insya Allah, kebijakan murur akan kembali diimplementasikan pada tahun 2025 dengan jumlah peserta yang lebih banyak,” kata Direktur Bina Haji, Arsad Hidayat, dalam kegiatan Jamarah (Jagong Masalah Haji dan Umrah) Angkatan I yang diselenggarakan oleh Bidang Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kanwil Kemenag Provinsi Jawa Timur di Pasuruan, Jumat (13/9/2024).

Arsad mengungkapkan bahwa jumlah jemaah yang akan mengikuti program murur (melintas di Muzdalifah tanpa menginap) pada tahun 2025 diperkirakan akan lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya. “Pemerintah Saudi sangat mendukung program murur ini. Awalnya, mereka meminta 120 ribu atau sekitar 50% dari total jemaah haji Indonesia untuk ikut dalam program ini. Namun, penentuan siapa saja yang berhak mengikuti murur memerlukan waktu dan pertimbangan yang matang,” jelas Arsad.

Pada pelaksanaan haji sebelumnya, peserta program murur diutamakan untuk jemaah lanjut usia (lansia), mereka yang berisiko tinggi (risti), pengguna kursi roda, dan jemaah pendamping. “Setelah mendapatkan persetujuan dari ulama dan organisasi Islam seperti PBNU, PP Muhammadiyah, dan Persis, kriteria ini ditetapkan, termasuk jemaah pendamping yang memiliki kondisi fisik kuat untuk membantu mobilisasi,” ujar Arsad.

Mengenai area Mina, Arsad menjelaskan bahwa lokasi ini sudah dianggap sebagai masyaqqah (tempat yang penuh kesulitan) karena terbatasnya luas area yang tersedia. Dengan kuota normal haji Indonesia sebanyak 221.000 jemaah, luas area di Mina hanya sekitar 0,8 m² per orang. “Mina sangat padat, terutama jika ada tambahan kuota jemaah. Satu-satunya solusi adalah menerapkan kebijakan tanazul bagi sebagian jemaah,” kata Arsad tegas.

Tanazul merupakan kebijakan di mana sebagian jemaah tidak menginap di Mina, melainkan kembali ke hotel mereka setelah menjalankan ibadah. Kebijakan ini akan diterapkan untuk jemaah yang tinggal di wilayah Raudhah dan Syisyah. “Jadi, jemaah yang berada di Raudhah dan Syisyah tidak akan bermalam di tenda Mina, tetapi akan langsung kembali ke hotel,” jelas Arsad.

Ia juga menekankan pentingnya percepatan pengumpulan data jemaah yang akan mengikuti program tanazul. Data tersebut diperlukan untuk pengaturan kontrak layanan jemaah dengan pihak Arab Saudi selama masa puncak haji. “Kami berharap data ini bisa terkumpul pada Februari, karena tanggal 25 Februari adalah batas akhir kontrak layanan dengan pihak Arab Saudi. Ini termasuk pengaturan konsumsi bagi jemaah yang menjalani tanazul di hotel,” tutup Arsad.