Mahasiswa UMM Ciptakan Pengawet Alami untuk Ikan: Solusi Inovatif untuk Ketahanan Pangan

Mahasiswa UMM Ciptakan Pengawet Alami untuk Ikan: Solusi Inovatif untuk Ketahanan Pangan

Dok. UMM

INFOFILANTROPI.COM, Indonesia, sebagai negara maritim dengan hasil tangkapan ikan yang melimpah, sangat bergantung pada kualitas dan kesegaran ikan yang dikonsumsi dan dijual. Kondisi ini menginspirasi sekelompok mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk melakukan riset dalam menciptakan pengawet makanan alami. Riset ini bertujuan untuk memperpanjang masa simpan ikan, khususnya fillet ikan, dengan memanfaatkan bahan-bahan alami.

Dipimpin oleh Ibnu Hafid, tim ini melakukan penelitian sebagai bagian dari kompetisi Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) yang akan digelar di Surabaya pada 14-19 Oktober. Fokus riset mereka adalah pengembangan kombinasi antara senyawa edible coating dan bacteriocin, yang berasal dari bakteri usus udang jenis Litopenaeus vannamei, sebagai alternatif pengawet makanan alami yang lebih tahan lama.

“Kami tertarik menggabungkan kedua senyawa ini untuk melihat hasil yang lebih optimal. Berdasarkan penelitian awal, kombinasi edible coating dan bacteriocin terbukti lebih efektif daripada penggunaannya secara terpisah,” ungkap Hafid, mahasiswa Teknologi Pangan UMM.

Hafid menyoroti kebiasaan masyarakat Indonesia yang sering menyimpan makanan dengan cara yang kurang tepat, membuatnya cepat basi. Untuk mengatasi hal ini, penggunaan pengawet sintetis sering menjadi pilihan, meskipun dapat memberikan dampak negatif jika digunakan secara berlebihan. Oleh karena itu, Hafid dan timnya berharap pengawet alami yang mereka kembangkan bisa menjadi solusi yang lebih aman dan ramah kesehatan, terutama untuk fillet ikan.

“Dengan metode pengawetan alami ini, umur simpan ikan pada suhu ruang dapat diperpanjang hingga dua hari. Caranya sangat sederhana, cukup dengan mencelupkan fillet ikan ke dalam cairan yang mengandung coating, kemudian ditiriskan hingga kering,” jelas Hafid.

Namun, perjalanan riset ini tidak selalu mulus. Mereka menghadapi tantangan dalam mendapatkan senyawa bacteriocin, yang memakan waktu hingga satu bulan. Beruntung, dukungan penuh dari UMM, mulai dari fasilitas laboratorium hingga bimbingan dan biaya, membantu mempercepat proses penelitian mereka.

Hafid juga menekankan pentingnya kesadaran konsumen terkait penggunaan pengawet sintetis, terutama melihat masih adanya produsen yang tidak mematuhi regulasi penggunaan bahan tambahan pangan. Ia berharap inovasi ini bisa mendorong perubahan positif dalam cara masyarakat mengawetkan makanan.

Dalam pengembangan riset ini, Hafid dibantu oleh tim yang terdiri dari Abida Zahrotul Hartinia, Byarna Ayu Apriliani (mahasiswa Akuakultur), serta Dyas Nurhidayah Putri dan Dinda Putri Ayuningtyas dari program studi Teknologi Pangan. Bersama-sama, mereka berharap penemuan ini dapat menjadi langkah awal dalam menciptakan solusi pengawetan makanan yang lebih sehat dan aman bagi masyarakat luas.