UMK dan Produk Impor Dapat Tambahan Waktu Sertifikasi Halal

UMK dan Produk Impor Dapat Tambahan Waktu Sertifikasi Halal

Dok. Halalmui

INFOFILANTROPI.COM, Upaya pemerintah untuk memperkuat jaminan kehalalan produk di Indonesia terus berjalan dengan berbagai penyesuaian. Salah satunya adalah revisi regulasi terkait Jaminan Produk Halal (JPH) yang bertujuan mempercepat, mempermudah, dan menekan biaya proses sertifikasi halal.

Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH), seluruh produk yang beredar di Indonesia, baik berupa barang maupun jasa, diwajibkan bersertifikat halal. Hal ini mencakup produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, produk kimia, biologi, rekayasa genetik, serta barang-barang yang digunakan oleh masyarakat. Tahap pertama kewajiban ini telah rampung pada 17 Oktober 2024, meliputi kategori makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan.

Namun, melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), pemerintah melakukan beberapa perubahan. Salah satunya adalah penggantian Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal menjadi PP Nomor 42 Tahun 2024.

Perubahan Penjadwalan Wajib Halal
Salah satu poin penting dalam regulasi terbaru ini adalah penundaan jadwal kewajiban halal bagi Usaha Mikro dan Kecil (UMK) hingga 17 Oktober 2026. Jadwal serupa juga berlaku bagi produk impor atau bahan baku dari luar negeri.

Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, menyambut baik perubahan ini. Menurutnya, tambahan waktu ini memberikan peluang bagi UMK untuk lebih siap dalam menjalani proses sertifikasi tanpa tekanan waktu yang ketat. “Dengan adanya kelonggaran waktu ini, pelaku UMK dapat fokus menjalankan bisnis sembari mempersiapkan sertifikasi halal, sehingga mereka bisa tumbuh lebih cepat dan menjadi lebih kompetitif di pasar halal,” ujarnya.

Namun, ia juga mengkritisi kebijakan serupa yang diberikan kepada produk impor. Menurutnya, perlakuan ini dapat menimbulkan kesenjangan dengan pelaku usaha dalam negeri. Selain itu, keterlambatan dalam sertifikasi bahan baku impor berpotensi menghambat sertifikasi halal produk makanan dan minuman di Indonesia.

“Meski ada kelonggaran, pelaku usaha produk impor diharapkan tetap proaktif. Kesadaran konsumen terhadap produk halal terus meningkat, dan ini menjadi peluang besar untuk memenuhi permintaan bahan baku halal dari industri domestik,” tambahnya.

Tantangan dan Solusi di Lapangan
Meskipun penundaan ini memberikan keleluasaan waktu, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah rendahnya kesadaran dan kesiapan UMK serta importir untuk memenuhi standar halal. Karena itu, pemerintah bersama pemangku kepentingan, termasuk LPPOM MUI, perlu terus menggiatkan sosialisasi dan edukasi yang komprehensif.

LPPOM MUI sendiri aktif mendukung kebijakan wajib sertifikasi halal dengan berbagai inisiatif. Mulai dari memberikan edukasi kepada pelaku usaha hingga menyediakan program fasilitasi, seperti sertifikasi halal gratis, untuk mempercepat dan mempermudah proses sertifikasi. Selain itu, LPPOM juga menyediakan platform daring di situs www.halalmui.org, tempat pelaku usaha dan masyarakat bisa memeriksa daftar produk bersertifikat halal serta mendapatkan informasi edukasi terkait halal.

Melalui langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat terus memperkuat posisinya sebagai pemain utama di pasar halal global, sekaligus memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi konsumen.