Jerit Hati untuk Palestina: Badru Mengubah Kekesalan menjadi Aksi Nyata

gaza2

INFOFILANTROPI.COM, BANDUNG — Hati siapa tak pedih melihat tayangan demi tayangan kekejaman yang dilakukan oleh Zionis Israel terhadap rakyat Palestina? Setiap malam sebelum tidur, Badru, seorang jemaah Daarut Tauhiid (DT), merasa dadanya sesak. Tak terhitung berapa kali ia memalingkan wajah dari layar ponsel dengan mata berkaca-kaca, menahan amarah dan duka yang menggelora.

“Kalau saja saya bisa ke sana, ikut berjihad, saya akan berangkat tanpa ragu,” ujarnya pada suatu sore setelah kajian ba’da Maghrib di Masjid DT. Suaranya tegas, tapi nadanya sendu. Badru bukan satu-satunya yang marah, tapi ia memilih tidak berhenti di amarah.

Ia sadar, pergi ke Palestina dan ikut berjuang secara fisik bukan sesuatu yang bisa ia lakukan saat ini. Tapi itu tak menghentikan langkahnya. Badru memilih menjadi pejuang dari jarak jauh dengan segala daya yang ia punya.

Setiap hari, Badru aktif di media sosial. Ia memanfaatkan akun pribadinya untuk menyuarakan fakta, menyebarkan kesadaran, dan membantah narasi-narasi keliru yang beredar di jagat maya. Ia juga konsisten dalam gerakan boikot terhadap produk-produk yang terafiliasi dengan kepentingan Zionis, meski itu berarti harus meninggalkan kenyamanan dan pilihan konsumsi yang sebelumnya biasa ia nikmati.

“Saya tahu ini kecil, mungkin tampak sepele bagi sebagian orang. Tapi kalau kita semua melakukannya, dampaknya besar. Boikot bukan cuma soal produk, tapi juga sikap,” katanya.

Tak hanya itu, Badru juga rutin turun ke jalan mengikuti aksi damai dan demonstrasi mendukung kemerdekaan Palestina. Di antara lautan manusia yang membawa spanduk dan bendera, ia merasa lebih hidup, lebih berarti. Ada kekuatan saat ia berdiri bersama orang-orang yang peduli dan berani bersuara.

Namun dari semua bentuk perjuangan itu, ada satu hal yang tak pernah ia lewatkan: berwakaf melalui program Cash Wakaf for Humanity yang digagas oleh Wakaf DT.

“Ini program luar biasa. Dana wakaf kita dikelola secara profesional, lalu hasilnya disalurkan untuk bantuan kemanusiaan—makanan, air bersih, pakaian, obat-obatan. Semua itu sangat dibutuhkan saudara-saudara kita di Palestina yang menjadi korban penjajahan brutal,” tutur Badru, matanya berkaca-kaca.

Baginya, setiap rupiah yang diwakafkan adalah bentuk perlawanan. Sebuah senjata dalam bentuk kasih dan solidaritas. Badru tak pernah absen berwakaf untuk program ini setiap bulannya, menjadikannya bagian dari rutinitas ibadah yang penuh makna.

“Setiap saya transfer wakaf, saya niatkan sebagai jihad kecil saya untuk Palestina. Mungkin saya tidak bisa angkat senjata, tapi saya tidak akan tinggal diam,” ucapnya tegas.

Perjuangan Badru adalah potret bagaimana rasa kesal yang dalam bisa berubah menjadi semangat yang membara untuk berbuat. Bukan sekadar bicara, tapi bertindak. Ia mewakili banyak hati di luar sana yang tak ingin membiarkan Palestina berjuang sendirian. (Cahya)