5 Oktober 2025

Kisah Haru Pahrul: Menggantikan Ayah untuk Menunaikan Haji Bersama Ibu

Kisah Haru Pahrul: Menggantikan Ayah untuk Menunaikan Haji Bersama Ibu
0 views

INFOFILANTROPI.COM, Sibolga (Kemenag) – Di tengah keramaian jemaah haji yang bersiap berangkat menuju Tanah Suci, terlihat sebuah pemandangan penuh haru. Seorang ibu, Pitta (56), dan putranya, Pahrul Ramadhan Syahputra (30), sedang bersiap mengarungi perjalanan spiritual yang tak hanya penuh makna, tetapi juga menggugah hati.

Beberapa bulan sebelum keberangkatan mereka, Pitta dan suaminya, Hapijuddin, telah merencanakan untuk menunaikan ibadah haji bersama. Semua persiapan sudah hampir selesai—paspor, visa, dan segala hal yang diperlukan telah disiapkan. Namun, takdir berkata lain. Sebelum mereka berangkat, sang suami, yang akrab disapa Pak Apit, meninggal dunia akibat komplikasi diabetes.

“Bapak sangat bersemangat. Setiap hari beliau berbicara tentang Makkah, tentang wukuf di Arafah. Tapi Allah lebih dulu memanggil beliau,” kenang Pitta dengan mata yang berkaca-kaca.

Kepergian Pak Apit meninggalkan duka yang mendalam, tak hanya karena kehilangan orang yang tercinta, tetapi juga karena impian mereka untuk menunaikan haji bersama yang harus sirna begitu saja. Namun, dalam kesedihan itu, sang anak sulung, Pahrul, mengambil keputusan besar yang mengejutkan. Ia memilih untuk menggantikan posisi sang ayah dan menemani ibunya menunaikan ibadah haji.

“Saya tahu ini sangat berat, tapi saya merasa ini adalah cara terbaik untuk melanjutkan niat mulia Bapak. Saya ingin Ibu tidak sendirian di perjalanan ini. Bagi saya, ini lebih dari sekadar ibadah haji, ini adalah perjalanan hati,” kata Pahrul dengan suara bergetar.

Keputusan Pahrul tidak datang dengan mudah. Proses pergantian porsi haji, pengaturan cuti kerja, dan persiapan fisik serta mental semuanya harus diurus dengan penuh perhatian. Meskipun awalnya ragu dan merasa tidak pantas menggantikan posisi ayahnya, Pahrul akhirnya menemukan kekuatan dalam melihat wajah ibunya yang penuh harapan.

“Awalnya saya ragu, merasa belum siap. Tapi setiap kali melihat Ibu, saya tahu ini yang harus saya lakukan. Ini untuk Bapak, dan untuk Ibu,” tambah Pahrul dengan tegar.

Saat manasik dan detik-detik menjelang keberangkatan, suasana semakin haru. Banyak kerabat yang datang ke rumah mereka tidak dapat menahan air mata saat berpamitan. Di tangan Pitta, sebuah kenangan indah yang akan selalu dikenang.

“Bapak tetap berangkat, lewat Pahrul,” kata Pitta, dengan suara pelan namun penuh keyakinan. Perjalanan ini bagi mereka bukan hanya sekadar ibadah haji, tetapi juga sebuah simbol cinta yang abadi, pengabdian seorang anak kepada orang tua, dan keyakinan bahwa meskipun tubuh sang ayah tiada, niat sucinya tetap hidup, mengiringi mereka menuju Tanah Suci.

“Melalui haji ini, kami bukan hanya menyempurnakan rukun Islam, tetapi juga menyempurnakan niat Bapak. Ini adalah perjalanan yang tak hanya spiritual, tetapi juga penuh dengan cinta yang tak lekang oleh waktu,” tutup Pahrul dengan mata yang berkaca.

Perjalanan haji kali ini tidak hanya menjadi saksi kesetiaan seorang anak kepada orang tuanya, tetapi juga menjadi lambang kebersamaan yang mengatasi batasan fisik dan waktu.