BMH-Mushida Denpasar Bahas Pola Asuh Era Digital dalam Seminar Parenting

Pola Asuh

INFOFILANTROPI.COM, DENPASAR — Suasana Mushola Madya Hidayatullah, Denpasar, terasa hangat pada Jumat, 13 Desember 2024. Mushida Denpasar menggelar seminar parenting bertajuk “Pola Asuh yang Tepat di Era Digital”.

Seminar ini menghadirkan Bunda Agus Binti Khairiyah, S.Psi, M.Si, Psikolog sebagai narasumber utama. Hadir dalam kesempatan itu guru, wali murid, komite Hidayatullah, dan orang tua yang peduli dengan pola asuh berbasis nilai islami.

Seminar dimulai dengan penjelasan pentingnya peran orang tua dalam membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah.

Bunda Agus menjelaskan bahwa pola asuh yang baik akan melahirkan anak-anak salih dan salihah, serta generasi muda yang islami dan berakhlak mulia. Namun, ia juga mengingatkan bahwa pola asuh harus disesuaikan dengan tantangan era digital.

“Seiring kemajuan teknologi, segala informasi kini bisa diakses hanya dengan membuka ponsel. Ini membawa peluang sekaligus tantangan besar,” ujarnya.

Pola Asuh 2

Bunda Agus mengutip pesan Ali bin Abi Thalib, “Didiklah anak sesuai dengan zamannya.”

Pesan ini relevan, terutama dalam era digital yang menghadirkan dampak positif sekaligus negatif.

Dampak positif teknologi mencakup kemudahan belajar, komunikasi, dan hiburan bermanfaat.

Namun, sisi negatifnya tak kalah nyata, seperti radiasi, gangguan kesehatan mental, pola makan buruk, hingga paparan konten tidak mendidik.

“Pendampingan orang tua sangat diperlukan, terutama bagi anak-anak yang belum mampu memahami dampak penggunaan ponsel,” lanjutnya.

Pada fase kanak-kanak, anak berada di masa emas, di mana mereka mudah menyerap dan meniru apa yang dilihat. Karena itu, pembatasan penggunaan ponsel dan bimbingan terhadap konten yang ditonton menjadi langkah penting.

“Anak-anak perlu diawasi agar tidak terpapar tontonan yang bertentangan dengan syariat agama atau yang mengandung kekerasan dan perundungan,” kata Bunda Agus.

Hal yang sama berlaku pada fase remaja, saat anak mulai memegang ponsel secara mandiri. Bunda Agus mengingatkan bahwa usia 12-16 tahun adalah masa kritis.

Pada masa ini, remaja rentan terpengaruh oleh konten digital yang memengaruhi pola pikir dan perilaku mereka. Dampak buruk seperti depresi, self-harm, dan kasus perundungan sering kali muncul karena minimnya pengawasan.

“Pengawasan orang tua tetap diperlukan agar anak mampu mandiri berpikir, bertanggung jawab, dan memiliki kontrol diri yang baik,” tegasnya.

Ia berharap remaja bisa mengatakan tidak pada nilai-nilai negatif seperti gaya hidup tidak islami atau pola pergaulan yang menyimpang.

Kepala BMH Perwakilan Bali, Ahmad Wandoyo, turut menyampaikan bahwa pola asuh terbaik tetap merujuk pada nilai-nilai Rasulullah.

“Sebagai uswatun hasanah, Rasulullah telah memberi teladan yang abadi. Dengan mengintegrasikan perkembangan era digital dan risalah Nabi, kita bisa melahirkan generasi islami yang kokoh pada syariat,” ujarnya.

Seminar ini menjadi pengingat bagi orang tua untuk terus belajar, beradaptasi, dan mendampingi anak menghadapi tantangan era digital. Dengan pola asuh yang tepat, generasi muda diharapkan mampu memanfaatkan teknologi untuk kebaikan tanpa kehilangan arah spiritual dan moral.*