Daun-daun Itu… Gugur Berselawat untuk Sang Nabi
![Daun-daun Itu... Gugur Berselawat untuk Sang Nabi](https://infofilantropi.com/wp-content/uploads/2024/06/16JuniIF-daudau-berselawat-1024x576.jpeg)
INFOFILANTROPI.COM, Kisah ini bagaikan tetesan hujan dari langit, dihembuskan oleh Malaikat Mikail. Tetesan ini kemudian hinggap di pepohonan rimbun di hutan belantara dan meresap ke dalam hati para pecinta syafaat Rasulullah – Sang Nabi. Pertama kali diceritakan oleh K.H. D. Zawawi Imron dari Pulau Madura, kisah ini dikisahkan ulang oleh K.H. Jalaluddin Rakhmat dan menyebar dari mulut ke mulut hingga sampai kepada kita.
Konon, ada seorang nenek yang setiap hari pergi ke pasar kecil di desanya. Dengan menyunggi nyiru kusam yang penuh dengan bunga cempaka, nenek itu berjalan kaki selepas salat subuh dan tiba di pasar setelah perjalanan yang cukup jauh. Keringat membasahi kaus tipisnya yang sudah lusuh, bekas seragam kampanye dengan gambar jari dan angka di punggungnya.
Menjelang siang, nenek selalu mampir ke masjid agung dekat pasar. Setelah berwudhu dan melafalkan doa-doa pendek yang ia ingat, nenek melakukan salat tahiyatul masjid dan salat sunnah lainnya. Selesai salat, ia duduk sejenak sebelum keluar menuju halaman masjid untuk memungut daun-daun yang berguguran. Satu per satu, daun-daun itu ia kumpulkan di atas nyiru yang sebelumnya berisi bunga cempaka.
Aktivitas nenek itu menarik perhatian seorang marbot masjid yang merasa iba melihatnya. Sang marbot kemudian melaporkan hal tersebut kepada pengurus masjid. Setelah menyaksikan langsung, para pengurus masjid memutuskan untuk membersihkan halaman dari daun-daun sebelum nenek datang, berharap bisa meringankan pekerjaannya.
Namun, ketika nenek tiba di masjid dan melihat halaman yang bersih dari daun-daun, ia terkejut. Nenek masuk ke dalam masjid, bersujud dan menangis. Suaranya yang penuh keikhlasan menyentuh hati para pengurus masjid. “Kami sayang dan kasihan kepada nenek,” kata salah satu pengurus.
Nenek menjawab dengan tenang, “Jika kalian sayang, biarkan nenek memungut daun-daun itu.” Setelah berembuk sejenak, para pengurus setuju dan membiarkan nenek melanjutkan kebiasaannya memungut daun-daun.
Suatu hari, seorang kiai terhormat yang diminta oleh pengurus masjid bertanya kepada nenek mengenai kebiasaannya. Nenek setuju untuk menceritakan alasannya dengan syarat tidak boleh diceritakan kepada orang lain sampai ia wafat. Kini, nenek itu telah wafat, dan kisahnya dapat dibagikan.
“Saya ini perempuan tua dan bodoh,” kata nenek dengan rendah hati. “Amal saya sedikit dan sering kali tanpa ilmu. Saya yakin hanya syafaat Kanjeng Nabi yang bisa menyelamatkan saya di Hari Kiamat. Oleh karena itu, setiap kali saya memungut daun, saya baca selawat untuk Baginda Nabi,” lanjutnya sambil terisak.
Kiai yang mendengarkan kisah nenek itu larut dalam tangis. “Kelak, saya ingin Nabi menjemput saya,” ujar nenek dengan penuh harap. Ia yakin bahwa daun-daun yang dipungutnya akan menjadi saksi cintanya kepada Rasulullah dan turut bertasbih kepada Allah.
Kisah nenek ini mengajarkan kerendahan hati dan cinta yang tulus kepada Nabi Muhammad SAW. Ia menunjukkan bahwa tanpa rahmat Allah, tidak ada yang mampu selamat dari ancaman siksa akhirat. Ketika mendekati waktu wukuf di Arafah, kisah ini menjadi pengingat bagi para jemaah haji bahwa kasih sayang Allah dan syafaat Nabi adalah rahmat terbesar yang dikaruniakan kepada umat manusia.
Ya Allah, izinkan kami menangis bersama nenek dan daun-daun itu.
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ “Kami tidak mengutus engkau (Nabi Muhammad), kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al Anbiya:107)
Shollu ‘alan Nabiy…