Dirjen PHU Dorong Pengembangan Haji Ramah Lansia

Dirjen PHU Dorong Pengembangan Haji Ramah Lansia

Dok. Kemenag

INFOFILANTROPI.COM, Bogor – Haji ramah lansia kini menjadi desain utama dalam penyelenggaraan ibadah haji masa depan, seiring dengan meningkatnya jumlah calon jemaah haji lanjut usia (lansia) yang telah menunggu hingga 10-12 tahun. Konsep ini ditegaskan oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU), Hilman Latief, saat menutup kegiatan Orientasi Penguatan Moderasi Beragama Angkatan VI di Bogor, Jawa Barat.

“Ke depannya, Indonesia akan menghadapi tantangan bonus demografi, di mana masyarakat yang masuk kategori baby boomers semakin menua. Inilah yang kita sebut sebagai fenomena ageing society,” ungkap Hilman pada Kamis (15/8/2024) malam.

Karena itu, lanjut Hilman, penyelenggaraan haji yang ramah lansia harus terus dikembangkan dan diprioritaskan. “Jemaah haji Indonesia yang berangkat di masa depan kemungkinan besar berusia lanjut, sehingga kebutuhan khusus mereka harus diakomodasi dengan baik,” jelasnya.

Sejak Januari 2022, Arab Saudi telah mulai membahas secara mendalam tentang pentingnya merumuskan fikih yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan haji. Hilman menyebut kajian ini sebagai “Fikih Taysir fiil Hajj,” yang bertujuan untuk menciptakan pelaksanaan haji yang lebih mudah, nyaman, dan aman bagi jemaah.

“Kita tahu, proses berhaji bukan hanya berat secara fisik, tetapi juga memiliki beragam ketentuan fikih. Oleh karena itu, fikih taysir, yang menawarkan berbagai kelonggaran, telah menjadi fokus utama untuk menyesuaikan dengan kemampuan beragam jemaah,” papar Hilman.

Kajian mengenai fikih taysir, lanjutnya, telah dibahas bersama sejumlah lembaga keagamaan otoritatif di Indonesia, termasuk Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Majelis Tarjih Muhammadiyah, Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama, dan institusi lainnya. “Kami berupaya mengembangkan fikih taysir sebagai landasan utama dalam melayani jemaah haji, terutama yang lansia,” tambahnya.

Selain itu, Hilman menekankan pentingnya perspektif moderasi dalam manasik haji, mengingat banyaknya perubahan baru yang diterapkan dalam penyelenggaraan haji. “Kemarin, kita diperkenalkan dengan konsep murur, yang mungkin terasa asing di awal, namun ini menegaskan bahwa moderasi fikih membutuhkan edukasi yang memadai serta literasi yang kuat,” imbuh Hilman.

Dengan menyelesaikan rangkaian kegiatan Orientasi Penguatan Moderasi Beragama, Hilman berharap peserta dapat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang moderat dalam pemikiran dan sikap. “Kalian beruntung mengikuti program ini. Banyak hal yang bisa dikembangkan, karena moderasi bukan hanya soal hubungan antaragama, tapi juga bagaimana kita bersikap dan berpikir dalam berbagai konteks, termasuk sebagai ASN yang berinteraksi langsung dengan jemaah haji,” tuturnya.

Sebanyak 50 peserta, yang terdiri dari ASN Ditjen PHU, Bidang PHU di Kanwil Kemenag Provinsi, serta Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan UPT Asrama Haji, telah mengikuti kegiatan orientasi selama empat hari di Bogor. Kegiatan ini diharapkan dapat membentuk ASN yang lebih moderat dan siap menghadapi tantangan dalam melayani jemaah haji di masa depan.