Kisah Masjid Qiblatain: Saksi Perubahan Arah Kiblat ke Ka’baH
![Kisah Masjid Qiblatain: Saksi Perubahan Arah Kiblat ke Ka'bah](https://infofilantropi.com/wp-content/uploads/2024/05/28MEIIF-Masjidqiblatain-1024x577.jpg)
Dok.Kemenag.go.id
INFOFILANTROPI.COM, Madinah – Kota Madinah kaya akan situs-situs bersejarah yang menarik bagi jemaah umrah dan haji, serta penduduk Arab Saudi. Kota ini memegang kenangan tentang Nabi Muhammad SAW dan penyebaran Islam di seluruh dunia. Salah satu situs bersejarah tersebut adalah Masjid Qiblatain, yang terletak sekitar 7 km timur laut Masjid Nabawi. Masjid ini, yang awalnya dikenal sebagai Masjid Bani Salamah karena dibangun di bekas rumah suku Bani Salamah, kini menjadi tempat ziarah penting bagi umat Islam.
Masjid Qiblatain, yang berarti “masjid dengan dua kiblat”, memiliki sejarah unik karena pernah menghadap dua arah kiblat: pertama ke Masjid Al-Aqsa di Baitul Maqdis (Palestina), dan kemudian ke Ka’bah di Masjidil Haram, Makkah. Menurut Arabnews, masjid ini dibangun oleh Sawad bin Ghanam bin Kaab pada tahun kedua hijriah. Tempat ini menjadi penting secara historis karena di sinilah wahyu Al-Qur’an turun kepada Nabi Muhammad untuk mengubah arah kiblat.
Prof. Dr. KH Aswadi MAg, Konsultan Ibadah PPIH Daker Madinah, menjelaskan bahwa perubahan arah kiblat terjadi pada bulan Syakban. Ketika Nabi Muhammad SAW memimpin salat Zuhur bersama para sahabatnya, wahyu turun untuk menghadap Ka’bah. Setelah menyelesaikan dua rakaat, Nabi menerima perintah untuk segera mengubah arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah, yang diikuti oleh semua jemaah.
Ada perbedaan pendapat mengenai waktu pasti perubahan arah kiblat tersebut. Aswadi menyebutkan bahwa sebagian mufassir berpendapat perubahan terjadi pada bulan Syakban tahun kedua Hijriah, sementara yang lain mengatakan bulan Rajab. Terdapat pula perbedaan pendapat mengenai hari dan waktu salat saat perubahan tersebut terjadi.
Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari menyatakan bahwa perubahan arah kiblat terjadi saat salat Zuhur di Masjid Bani Salamah, sementara salat pertama yang menghadap Ka’bah di Masjid Nabawi adalah salat Asar. Kisah ini bermula ketika Nabi Muhammad mengunjungi ibu dari Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur dari Bani Salamah. Saat tiba waktu salat, Nabi dan para sahabat melaksanakan salat di sana, dengan dua rakaat pertama menghadap Baitul Maqdis. Kemudian Malaikat Jibril menyampaikan wahyu pemindahan arah kiblat saat rakaat kedua selesai.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya…” (Al-Baqarah: 144). Setelah menerima wahyu ini, Nabi dan para jemaah langsung berbalik 180 derajat menghadap Masjidil Haram.
Sebelum perubahan kiblat, kiblat salat untuk semua nabi adalah Baitullah di Makkah, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 96. Al-Quds (Baitul Maqdis) kemudian ditetapkan sebagai kiblat untuk sebagian nabi dari Bani Israil. Di Makkah, Nabi salat menghadap ke Baitul Maqdis sekaligus menghadap Ka’bah, tetapi setelah hijrah ke Madinah, beliau masih menghadap ke Baitul Maqdis lebih dari setahun. Nabi terus memohon agar kiblat dipindahkan ke Ka’bah, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Baqarah ayat 144.
Masjid Qiblatain telah mengalami beberapa kali renovasi dan perluasan. Khalifah Umar ibn al-Khattāb pertama kali mengelola masjid ini, kemudian Kesultanan Usmani melakukan renovasi besar-besaran. Pada tahun 1987, di bawah pemerintahan Raja Fahd dari Arab Saudi, masjid ini diperluas dan direnovasi dengan tetap mempertahankan ciri khasnya. Arsitektur masjid mencerminkan elemen dan motif tradisional dengan ruang salat yang mengadopsi geometri ortogonal, menara kembar, dan kubah kembar.
Awalnya, masjid ini memiliki dua mihrab yang menghadap Makkah dan Palestina. Setelah renovasi, masjid difokuskan pada satu mihrab yang menghadap Ka’bah, sementara penanda kiblat lama ke Baitul Maqdis dipasang di atas pintu masuk ruang salat. Desain ini mengingatkan pada mihrab Sulaimani di Yerusalem, sebuah reproduksi mihrab Islam tertua yang masih ada.