Rusmiati dan Ngadnan: Perjalanan Haji di Usia Senja, Sebuah Perjuangan Kesempurnaan Iman
![Rusmiati dan Ngadnan: Perjalanan Haji di Usia Senja, Sebuah Perjuangan Kesempurnaan Iman](https://infofilantropi.com/wp-content/uploads/2024/06/18JuniIFTN-rusmiatingadnan-bahagia-1024x576.jpeg)
Rusmiati dan Ngadnan: Perjalanan Haji di Usia Senja, Sebuah Perjuangan Kesempurnaan Iman
INFOFILANTROPI.COM, Makassar – Di tengah panas terik Padang Arafah, Rusmiati tetap tersenyum ceria. Meski usianya hampir mencapai 80 tahun, semangatnya dalam menjalani ibadah haji tidak pernah pudar. Setelah penantian panjang selama 12 tahun, akhirnya ia bisa mewujudkan impiannya untuk berhaji.
“Rasa syukur saya tak terhingga, akhirnya bisa berada di Arafah setelah menunggu sekian lama. Kami benar-benar menikmati setiap proses dalam menyempurnakan agama kami,” kata Rusmiati (79) usai menjalani wukuf di Arafah pada Sabtu (15/6/2024).
Rusmiati menceritakan bahwa ia dan suaminya, Ngadnan, mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dari hasil bertani dan gaji suami saat masih bekerja. “Kami berdua sangat ingin berhaji, karena haji adalah proses penyempurnaan agama dan mendekatkan diri kepada Allah,” tutur nenek lima anak, 14 cucu, dan sembilan cicit ini.
Pada tahun 2017, Rusmiati dan Ngadnan sempat menunaikan ibadah umrah bersama anak sulung mereka. Namun, mereka merasa belum lengkap tanpa menjalani ibadah haji dan berwukuf di Arafah. “Harapan kami, semoga diberikan kesehatan dan kelancaran hingga seluruh rangkaian ibadah haji selesai,” ujarnya.
Rusmiati segera beranjak menemui suaminya yang menunggu di sudut tenda jemaah embarkasi Jawa Tengah. Tidak lama kemudian, mereka kembali duduk bersama. Ketika ditanya tentang hubungan mereka, Ngadnan menjawab dengan nada bercanda, “Tentu saja saya sayang, kalau tidak sayang, tidak mungkin punya banyak anak,” ujarnya sambil tertawa.
“Yang penting, selalu libatkan Allah dalam setiap urusan kita. Allah adalah segalanya, termasuk dalam menjaga keharmonisan rumah tangga,” tambah Rusmiati. Ia juga menekankan pentingnya doa seorang istri untuk suami dan keluarga. “Setiap malam, setelah tidur, bangunlah untuk salat Tahajud dan doakan semuanya. Juga, jangan lupa berpuasa sunnah pada Senin dan Kamis,” lanjutnya.
Ngadnan turut berbagi cerita tentang pengalaman umrah tahun 2017 dan ibadah haji tahun ini. “Saat umrah tahun 2017, saya masih bisa tawaf dan sai tanpa bantuan kursi roda. Namun, sekarang saya tidak bisa lagi karena beberapa tahun terakhir menderita diabetes dan kolesterol. Jadi, saya sering bergantung pada istri,” jelas Ngadnan (83).
“Namun, apa pun kondisinya, saya sangat bersyukur Allah memberi kami umur panjang dan kesempatan berhaji. Akhirnya, kami sampai juga di Arafah,” katanya dengan mata berkaca-kaca karena haru.
Ngadnan mengungkapkan bahwa sekarang ia tidak lagi memiliki keinginan duniawi untuk dirinya sendiri. Semua doa yang dipanjatkannya di Tanah Suci ditujukan untuk anak, cucu, cicit, serta tetangga dan kerabat yang selalu mendukung dan mendoakan mereka sejak sebelum keberangkatan hingga nanti kembali ke Tanah Air.
Pasangan ini sempat kesulitan mengirim foto dan pesan kepada anak-anak mereka di Indonesia. Dengan bantuan tim MCH yang berbagi jaringan internet, mereka akhirnya berhasil mengirim foto dan pesan suara kepada keluarga.
“Anak cucuku tersayang, Bapak dan Ibu sedang menjalani ibadah puncak haji. Mohon doa dari kalian semua agar kami selalu sehat dan diridai Allah, serta mendapatkan haji mabrur,” demikian pesan Ngadnan kepada keluarga mereka.