Syaban, Bulan Istimewa yang Sarat Makna dan Sejarah
![Bulan Syaban](https://infofilantropi.com/wp-content/uploads/2025/02/Syaban-Bulan-Sabit-b.jpg)
Bulan sabit diatas masjid ( ilustrasi foto: freepik)
INFOFILANTROPI, JAKARTA — Saat ini kita sudah memasuki bulan Syaban dimana sekira satu bulan lagi menuju bulan istimewa yakni bulan Ramadhan. Dalam penanggalan Hijriah, bulan Syaban yang menempati posisi kedelapan menyimpan berbagai peristiwa bersejarah dan keutamaan yang menjadikannya istimewa dalam pandangan umat Islam.
Catatan sejarah menunjukkan beberapa momentum penting terjadi pada bulan ini, termasuk peristiwa perpindahan arah kiblat dari Masjid Al-Aqsha ke Ka’bah, sebagaimana tercantum dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 144.
قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ ۗ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ ۗ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ
“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”( QS.Al Baqarah: 144)
Keistimewaan bulan Syaban juga ditandai dengan turunnya ayat Al-Quran yang menganjurkan pembacaan shalawat, seperti tertera dalam Surat Al-Ahzab ayat 56.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS.Al-Ahzab: 56.)
Lebih dari itu, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, mengabarkan bahwa pada bulan ini catatan amal perbuatan manusia diangkat ke hadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dalam sebuah riwayat yang dikutip dari Abu Dawud dan Nasa’i, tercatat dialog menarik antara Usamah dan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam,. Ketika itu Usamah bertanya, “Wahai Rasulullah, kelihatannya tak satu bulan pun yang lebih banyak engkau puasakan daripada bulan Sya’ban?”
Menanggapi pertanyaan tersebut, Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, memberikan penjelasan, “Bulan itu sering dilupakan orang karena letaknya antara Rajab dan Ramadhan, sedangkan pada bulan itulah diangkat amalan-amalan kepada Tuhan Rabbul ‘Alamin. Maka, saya ingin amalan saya dibawa naik selagi saya dalam keadaan berpuasa.”
Salah satu momen yang mendapat perhatian khusus di bulan Syaban adalah malam Nisfu Syaban. Beberapa hadits menyebutkan keutamaan malam tersebut, seperti yang diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, di mana Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, bersabda, “Allah mendatangi seluruh makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban. Dia pun mengampuni seluruh makhluk kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.”
Riwayat lain dari Abdullah bin Amr menyebutkan sabda Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam, “Allah ‘Azza wa Jalla mendatangi makhluk-Nya pada malam Nisfu Sya’ban, Allah mengampuni hamba-hamba-Nya kecuali dua orang, yaitu orang yang bermusuhan dan orang yang membunuh jiwa.”
Meski demikian, perlu dicatat bahwa menurut pandangan jumhur ulama, hadits-hadits tersebut termasuk dalam kategori dhaif (lemah). Namun, terdapat catatan sejarah yang menunjukkan bahwa generasi tabiin, khususnya yang bermukim di wilayah Syam (Suriah), dikenal gemar menghidupkan malam Nisfu Syaban dengan melaksanakan shalat sunnah.
Di Indonesia sendiri, tradisi menghidupkan malam Nisfu Syaban telah mengakar dalam praktik keagamaan masyarakat. Beragam bentuk ibadah dilakukan, mulai dari pembacaan doa secara individual maupun berjamaah, pembacaan surat Yasin sebanyak tiga kali setelah Maghrib yang dilanjutkan dengan doa, hingga berbagai bentuk ritual keagamaan lainnya.
Meski demikian, tidak semua kalangan Muslim di Indonesia memiliki pandangan yang sama mengenai tradisi tersebut. Dalam menyikapi perbedaan ini, sikap saling menghormati menjadi kunci utama mengingat amaliah menghidupkan malam Nisfu Syaban merupakan persoalan fur’iyyah (cabang) dalam ajaran Islam.
Yang tak dapat dipungkiri, Syaban tetap merupakan bulan yang dimuliakan dalam Islam, di mana Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam, sendiri menganjurkan untuk memperbanyak puasa sunnah di dalamnya. Momentum ini menjadi semakin bermakna mengingat posisinya yang berdekatan dengan bulan suci Ramadhan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai masa persiapan spiritual menuju bulan yang penuh berkah tersebut.
Keberagaman praktik ibadah di bulan Syaban, khususnya pada malam Nisfu Syaban, hendaknya disikapi dengan bijak dan dijadikan sarana untuk mempertebal keimanan, bukan sebaliknya menjadi sumber perpecahan di kalangan umat Islam.