Unisba Gelar Forum Cendekia dan Kuliah Umum Bersama Anies Baswedan Sekaligus Luncurkan Milad ke-67

INFOFILANTROPI.COM, BANDUNG (KOMHUMAS) – Universitas Islam Bandung (Unisba) menggelar Forum Cendekia dan Kuliah Umum bertajuk “Pendidikan Berkarakter: Memperkuat Peran Perguruan Tinggi dalam Membangun Peradaban Bangsa di Era Society 6.0” pada Rabu, 18 Juni 2025, bertempat di Aula Utama Unisba, Jalan Tamansari No. 1 Kota Bandung.
Acara ini menghadirkan tokoh nasional sekaligus cendekiawan Muslim terkemuka, H. Anies Rasyid Baswedan, S.E., M.P.P., Ph.D., yang dikenal luas atas kontribusinya dalam dunia pendidikan dan kepemimpinan nasional. Kegiatan Forum Cendekia diikuti oleh civitas akademika Unisba, khususnya para dosen dan tenaga kependidikan, sementara sesi Kuliah Umum dihadiri oleh para mahasiswa serta terbuka bagi peserta dari luar kampus.
Kegiatan ini juga berbarengan dengan launching Milad ke-67 Unisba, yang ditandai dengan penayangan video coming soon rangkaian kegiatan Milad. Penekanan planjer sebagai simbol dimulainya Milad ke-67 Unisba dilakukan oleh Rektor Unisba Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H. bersama Dekan Fakultas Teknik Unisba, Dr. Ir. M. Dzikron AM, S.T., M.T., IPM.
Dalam kesempatan yang sama, sebagai bagian dari simbolisasi launching Milad ke-67, para Wakil Dekan dan Ketua Program Studi di lingkungan Fakultas Teknik Unisba turut melakukan pelepasan burung.
Selain itu, pada momen yang sama, Rektor Unisba juga secara simbolis menyerahkan Surat Keputusan (SK) Lektor Kepala kepada dosen yang telah memenuhi syarat akademik. Penyerahan SK ini merupakan bentuk apresiasi atas pencapaian akademik dan dedikasi dalam bidang pendidikan tinggi.
Dalam sambutannya, Rektor Unisba Prof. Edi mengungkapkan rasa syukur atas kehadiran Anies Baswedan yang disebutnya sebagai anugerah bagi Unisba. “Kedatangan beliau ke Unisba, insya Allah akan membawa pencerahan dan kebaikan bagi kita semua, khususnya dalam penguatan karakter, pengabdian kepada masyarakat, dan pengokohan wawasan kebangsaan,” ujarnya.
Prof. Edi menegaskan bahwa tema kuliah umum ini selaras dengan semangat yang telah lama dijalankan oleh Unisba, yaitu pembentukan karakter yang kuat sebagai bagian dari cita-cita pendirian kampus ini sejak 1958. Dalam sejarahnya, Unisba lahir dari semangat Tafaquh Fiddin, yaitu pemahaman agama secara kaffah yang tidak terpisah dari pengetahuan umum.
“Pembelajaran di Unisba diarahkan agar mahasiswanya tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga memiliki akhlakul karimah. Kami menanamkan karakter pejuang (mujahid), pemikir (mujtahid), dan pembaharu (mujaddid) kepada seluruh civitas akademika,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rektor menekankan pentingnya peran cendekiawan dalam membangun peradaban bangsa. Ia mengajak seluruh civitas akademika untuk menjadi Scholarship of Engagement—yakni cendekiawan yang tidak hanya unggul dalam aktivitas akademik, tetapi juga aktif memberikan kontribusi nyata kepada umat dan bangsa.
Sementara itu, dalam sesi Forum Cendekia, Anies Baswedan menyoroti tantangan besar dunia pendidikan di era abad ke-21 yang ditandai dengan percepatan perubahan. Ia menyampaikan bahwa institusi pendidikan harus beradaptasi melalui pengajaran yang relevan, penyederhanaan birokrasi, dan penguatan kapasitas dosen.
Ia menegaskan bahwa di era ini semua pihak, terutama dosen, harus menjadi learner atau pembelajar. Bukan hanya belajar hal baru, tetapi juga mampu unlearn atau melepaskan pemahaman lama yang tidak lagi relevan. Unlearning menjadi tantangan tersendiri karena menuntut keberanian untuk mengganti kebiasaan yang sudah mapan. Learning bisa dilakukan dengan pikiran, tetapi unlearning memerlukan hati. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi para pendidik untuk melepaskan pengetahuan dan cara-cara lama yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Anies juga menekankan bahwa teknologi digital, khususnya AI, harus dimanfaatkan sebagai mitra pembelajaran. Teknologi tidak akan menggantikan dosen yang terus memperbarui dan membawa inspirasi. Namun, jika seorang dosen mencatat materi yang sama selama sepuluh tahun tanpa perubahan, maka teknologi bisa mengambil alih perannya. Oleh karena itu, dosen harus mampu menghadirkan kebaruan, relevansi global, dan perspektif internasional dalam proses pembelajaran agar mahasiswa dapat menjadi pemenang di masa depan.
Ia juga mengingatkan bahwa kekuatan institusi pendidikan tidak hanya diukur dari peringkat jurnal, tetapi dari ketahanan hidup dan kontribusinya terhadap peradaban. Institusi harus mampu menciptakan ekosistem pembelajaran yang mempersiapkan mahasiswa tidak hanya relevan secara lokal, tetapi juga secara regional dan global.
Dalam sesi Kuliah Umum, Anies mengajak mahasiswa untuk menjadikan masa kuliah sebagai perjalanan penting dalam hidup, yang merupakan fase emas untuk pengembangan potensi diri. Ia menekankan pentingnya menumbuhkan kepemimpinan yang tercermin dari kemampuan memimpin dan dipimpin. Pemimpin yang baik diakui oleh pikiran, kata-kata, dan perbuatannya yang sesuai dengan nilai kebenaran. Menurutnya, mahasiswa harus aktif berorganisasi dalam kegiatan positif sebagai sarana menumbuhkan kepercayaan, amanah, dan integritas.
Ia juga mendorong mahasiswa untuk terus mengasah kemampuan berpikir kritis sebagai landasan dari kreativitas, karena kreativitas lahir dari pertanyaan yang tidak biasa diajukan. Kemampuan bekerja sama juga menjadi kunci penting dalam kolaborasi yang seringkali lebih sulit dijalankan dibandingkan dikatakan. Anies menekankan pentingnya kemampuan berkomunikasi secara efektif, tidak hanya melalui ekspresi satu arah, tetapi melalui komunikasi dua arah yang mencakup lisan, tulisan, visual, audio-visual, serta penggunaan bahasa internasional.
Di tengah kemajuan teknologi seperti AI, menurutnya kemampuan komunikasi tetap penting karena menyampaikan pesan secara bermakna tidak bisa sepenuhnya digantikan mesin, terutama dalam konteks internasional. Ia juga menyoroti pentingnya karakter peduli terhadap persoalan sosial seperti ketidakadilan dan ketimpangan. Dengan sensitivitas terhadap isu-isu sosial, mahasiswa akan tumbuh menjadi pribadi yang responsif dan kontributif terhadap lingkungannya.
Anies menutup dengan mengingatkan bahwa kegagalan umat Islam seringkali bukan karena tidak mampu, melainkan karena terlambat membaca dan mengantisipasi perubahan zaman. Ketika kalah, maka muncul rasa marah, dan ketika marah diberi dalil, maka dalil dijadikan pembenaran. Oleh karena itu, civitas akademika Unisba diajak untuk bergerak lebih cepat, membaca zaman, dan terus memperbarui diri. Semangat pejuang, pembelajar, dan pembaharu yang menjadi dasar pendirian Unisba harus tetap menyala dalam menghadapi masa depan. [ ]
Dok foto: KOMHUMAS