5 Oktober 2025

Wakaf Uang : Menggagas Energi Abadi untuk Kemandirian Pesnatren Di Indonesia

Wakaf Uang : Menggagas Energi Abadi untuk Kemandirian Pesnatren Di Indonesia

Penulis : H. Anas Nasikhin, M.Si, Sekretaris Badan Wakaf Indonesia

0 views

INFOFILANTROPI.COM, Sebuah horison baru tengah membentang di hadapan kita, sebuah kesempatan emas untuk memperkokoh salah satu pilar peradaban bangsa: pondok pesantren. Dalam hitungan pekan, tepatnya pada tanggal 28 Mei 2025, Badan Wakaf Indonesia (BWI) akan menghelat sebuah perhelatan akbar yang sarat makna, yakni “Waqf Goes to Pesantren (WGTP)”. Acara yang akan berpusat di Pesantren Cipasung, sebuah institusi pendidikan Islam yang telah teruji oleh zaman, ini mengusung tema sentral yang visioner: “Menggerakkan Wakaf Uang untuk Kemandirian dan Kemajuan Pendidikan Pesantren”. Tema ini bukan sekadar retorika, melainkan sebuah deklarasi komitmen dan panggilan jihad peradaban untuk bersama-sama mengkaji, merumuskan, dan mengimplementasikan strategi transformasi wakaf di jantung pendidikan Islam Nusantara.

Merenungi Sejarah Wakaf: Dari Filantropi Klasik ke Instrumen Produktif Modern

Sebelum kita melangkah lebih jauh ke dalam diskursus wakaf uang dan perannya bagi pesantren, marilah kita sejenak melakukan napak tilas, menyelami kedalaman makna dan sejarah wakaf dalam peradaban Islam dan implementasinya di bumi Nusantara. Wakaf, secara etimologis berarti “menahan” (al-habs) atau “mencegah” (al-man’u). Dalam terminologi syariah, wakaf adalah sebuah tindakan hukum di mana seorang wakif (pemberi wakaf) dengan ikhlas menyerahkan sebagian harta benda yang dicintainya, yang pokoknya ditahan (tidak boleh berkurang, dijual, dihibahkan, atau diwariskan), sementara manfaat atau hasil pengelolaannya disalurkan secara berkelanjutan untuk kepentingan umum (mauquf ‘alaih) sesuai dengan nilai-nilai dan ketentuan syariah Islam. Ini adalah bentuk filantropi paripurna, sebuah investasi akhirat yang pahalanya terus mengalir (amal jariyah) bahkan setelah wakif berpulang.

Sejarah mencatat praktik wakaf telah dimulai sejak masa Rasulullah SAW, dengan wakaf kebun kurma oleh Sayyidina Umar bin Khattab RA atas saran Nabi, yang hasilnya diperuntukkan bagi fakir miskin, kerabat, hamba sahaya, sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Praktik ini kemudian berkembang pesat di masa kekhalifahan dan peradaban Islam selanjutnya, melahirkan berbagai institusi wakaf produktif yang menopang pendidikan, kesehatan, penelitian ilmiah, hingga kesejahteraan sosial.

Di Indonesia, tradisi wakaf telah mengakar kuat selama berabad-abad, seiring dengan masuk dan berkembangnya Islam. Kita menyaksikan ribuan masjid megah, mushalla, madrasah, panti asuhan, hingga lahan pemakaman yang berdiri di atas tanah wakaf. Data Kementerian Agama per tahun 2022 mencatat tidak kurang dari 36.600 unit pesantren, dan sumber lain hingga awal tahun 2024 bahkan menyebut angka di atas 34.000 hingga 41.000 unit pesantren. Banyak di antara institusi-institusi ini, terutama pesantren-pesantren salafiyah (tradisional), yang eksistensinya ditopang oleh kedermawanan umat melalui wakaf tanah dan bangunan. Ini adalah legasi berharga yang membentuk lanskap sosial-keagamaan dan pendidikan kita.

Wakaf Uang: Jawaban atas Tantangan Dinamika Zaman

Namun, zaman terus bergulir, membawa serta kompleksitas tantangan dan kebutuhan umat yang semakin beragam. Di sinilah konsep wakaf uang (cash waqf/waqf al-nuqud) hadir menawarkan solusi inovatif, fleksibel, dan memiliki potensi produktivitas yang sangat besar. Wakaf uang adalah penyerahan harta dalam bentuk uang tunai atau surat berharga syariah yang kemudian dikelola secara profesional dan produktif oleh lembaga nazhir (pengelola wakaf). Keuntungan atau surplus dari hasil pengelolaan inilah yang didistribusikan untuk berbagai program kemaslahatan umat.

Keabsahan praktik wakaf uang telah mendapatkan justifikasi syar’i yang kuat melalui Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 11 Mei 2002, yang kemudian dikukuhkan lebih lanjut oleh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Regulasi ini menjadi payung hukum yang solid bagi pengembangan wakaf uang di Indonesia, membuka pintu partisipasi yang lebih inklusif bagi masyarakat. Jika wakaf aset fisik seperti tanah seringkali membutuhkan modal besar, wakaf uang memungkinkan setiap individu, berapapun kemampuannya, untuk turut serta dalam gerakan kebaikan abadi ini. Bahkan dengan nominal yang relatif kecil, seseorang sudah dapat menjadi bagian dari arus besar filantropi Islam yang berkelanjutan.

Mengapa Pesantren Membutuhkan Energi Baru Bernama Wakaf Uang?

Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tertua dan paling mengakar di Indonesia, memainkan peran sentral dalam pembentukan karakter, transmisi ilmu agama (tafaqquh fiddin), dan kaderisasi ulama serta pemimpin bangsa. Dengan jumlah santri aktif yang diperkirakan mendekati 5 juta jiwa dan puluhan juta alumni yang tersebar di berbagai sektor kehidupan, pesantren adalah aset bangsa yang tak ternilai harganya. Namun, kita tidak bisa menutup mata terhadap berbagai tantangan yang dihadapi banyak pesantren, terutama pesantren tradisional dan pesantren di daerah-daerah terpencil. Tantangan tersebut meliputi:

  1. Pendanaan Operasional: Biaya operasional harian, kesejahteraan pengajar (asatidz), pemeliharaan sarana-prasarana seringkali menjadi beban berat. Ketergantungan pada iuran santri yang terbatas atau donasi sporadis membuat perencanaan jangka panjang menjadi sulit.
  2. Peningkatan Kualitas Pendidikan: Pengembangan kurikulum yang adaptif, penyediaan fasilitas belajar yang memadai (laboratorium, perpustakaan digital), pelatihan guru, dan pengiriman kader untuk studi lanjut membutuhkan sumber daya finansial yang tidak sedikit.
  3. Kesejahteraan Sumber Daya Manusia: Tingkat kesejahteraan para kyai dan asatidz yang masih perlu ditingkatkan agar mereka dapat fokus mengajar dan mendidik tanpa terbebani masalah ekonomi pribadi.
  4. Pengembangan Infrastruktur: Banyak pesantren masih memerlukan perbaikan atau penambahan infrastruktur fisik seperti asrama yang layak, sanitasi yang sehat, dan ruang kelas yang representatif.

Di sinilah wakaf uang pesantren dapat menjadi game changer, sebuah energi baru dan abadi. Melalui pengelolaan wakaf uang yang profesional dan produktif, pesantren dapat membangun sumber pendanaan mandiri yang berkelanjutan. Bayangkan sebuah ekosistem filantropi di mana dana abadi umat dikelola secara transparan dan akuntabel oleh nazhir pesantren yang kompeten. Hasil investasinya dapat dialirasikan untuk:

  • Mensubsidi biaya pendidikan santri, terutama bagi mereka yang berprestasi namun berasal dari keluarga kurang mampu.
  • Meningkatkan remunerasi dan kesejahteraan para kyai dan guru, sehingga mereka dapat mengabdi dengan lebih optimal.
  • Membiayai program-program pengembangan kualitas pendidikan, riset, dan publikasi ilmiah.
  • Membangun dan mengembangkan unit-unit usaha produktif milik pesantren (agrobisnis, koperasi, minimarket syariah, dll.) yang hasilnya kembali untuk kemaslahatan pesantren dan santri.
  • Menyediakan layanan sosial dan pemberdayaan masyarakat di sekitar pesantren.

WGTP BWI: Katalisator Transformasi Wakaf Pesantren

Salah satu tujuan fundamental dari penyelenggaraan “Waqf Goes to Pesantren (WGTP)” oleh Badan Wakaf Indonesia adalah untuk menjadi katalisator bagi transformasi ini. Kami berikhtiar untuk:

  1. Meningkatkan Literasi Wakaf Uang: Menyosialisasikan konsep, potensi, dan mekanisme wakaf uang kepada seluruh sivitas akademika pesantren dan masyarakat luas.
  2. Mendorong Profesionalisme Nazhir: Membekali dan mendorong pesantren untuk membentuk atau memperkuat lembaga nazhir wakaf yang profesional, amanah, transparan, dan akuntabel.
  3. Menggali Potensi Penghimpunan: Mengidentifikasi dan memetakan potensi wakaf uang dari jaringan alumni pesantren yang sangat besar dan para aghniya (orang kaya) di lingkungan pesantren.
  4. Merumuskan Model Pengelolaan Produktif: Berdiskusi dan berbagi praktik terbaik (best practices) dalam pengelolaan wakaf uang yang produktif dan berkelanjutan.

Kemandirian pesantren bukan lagi sekadar impian, melainkan sebuah keniscayaan yang dapat kita wujudkan bersama melalui optimalisasi instrumen wakaf uang. Ini adalah panggilan sejarah bagi kita semua, khususnya bagi keluarga besar pesantren, untuk menyambut energi baru ini dengan antusiasme dan komitmen nyata. Melalui WGTP, BWI berharap dapat membangun sinergi yang kuat antara regulator, praktisi wakaf, pimpinan pesantren, dan seluruh elemen umat untuk menjadikan wakaf uang sebagai salah satu pilar utama kemajuan pendidikan dan kemandirian pesantren di Indonesia. (Sumber/Salina/Kutipan dari bwi.go.id)

Penulis : H. Anas Nasikhin, M.Si, Sekretaris Badan Wakaf Indonesia